Bangkitkan Kejayaaan Teater di Sukabumi, Lewat Pertunjukan Musikal Sri Asih 1989
SUKABUMI--Keberadaan seni pertunjukkan terater di Kota Sukabumi pernah mengalami kejayaan pada era 1950 hingga 1980an. Pada era tersebut hadir kelompok teater, Sri Asih yang menyajikan pementasannya bertema komedi horor dan mengangkat cerita-cerita yang populer di masyarakat pada saat itu.
Hal ini coba dibangkitkan kembali para pelaku seni dan teater di Kota Sukabumi melalui pertunjukan musikal Sri Asih 1989 yang akan digelar pada 7 Desember 2024 mendatang di Gedung Juang 45 Kota Sukabumi. Pagelaran ini akan menampilkan romantisme sejarah lahirnya kelompok teater Sri Asih dari Sukabumi.
'' Sri Asih berangkat dari nama gedung yang digunakan kelompok teater tersebut yang juga diambil dari nama pemilik gedung tersebut,'' kata Kang Cece selaku anggota Sri Asih dalam momen konferensi pers di Rumah Batik Fractal Sukabumi, Jumat (22/11/2024) malam. Kang Cece merupakan salah satu pelaku seni teater Sri Asih yang masih bertahan hingga sekarang.
Sehingga Kang Cece memberikan apresiasi kepada produser pertunjukan yakni RI Kamase dan Sutradara Den Aslam yang mau terjun dalam pagelaran tersebut. Sebab, hal ini akan membangkitkan seni pertunjukkan khususnya teater di Sukabumi.
Menurut Arthur S Nalan dalam bukunya Sanghyang Raja Uyeg: Dari Sakral ke Profan menyebutkan dalam pertunjukannya Sri Asih sangat lebur dengan situasi dan suasana pada zamannya. Pada sebuah kompetisi di Gedung Rumentang Siang Bandung, Sri Asih yang mewakili Sukabumi membawakan cerita Heulang Bungbang Megantara dan sukses meraih juara kedua serta salah satu aktornya, Waski berhasil meraih gelar Pebanyol Terbaik.
Sri Asih dianggap sebagai kelompok teater tradisional yang belum tercampur budaya teater Barat. Produktivitas kelompok teater Sri Asih terhenti semenjak tragedi kebakaran Gedung Sri Asih pada tahun 1989 sehingga para pekerja teater Sri Asih terpaksa berpencar untuk membentuk teater keliling sendiri, ada yang merambah industri perfilman, dan bahkan bergabung dengan kelompok teater lain di Indonesia.
Pasca kebakaran gedung teater Sri Asih tahun 1989 hingga sekarang, Sukabumi belum memiliki lagi gedung teater. Pertunjukan musikal Sri Asih 1989 produksi Ngajagi Kreasi Nusantara yang ditulis dan disutradarai Den Aslam merupakan drama komedi yang terinspirasi dari sejarah tragedi kebakaran Gedung Sri Asih pada tahun 1989 dan ditulis dwibahasa: Sunda dan Indonesia.
'' Pertunjukan ini berdurasi kurang lebih 120 menit dengan menampilkan dialog, nyanyian, dan tarian secara langsung menjadikan ini sebagai garapan yang epik,'' ungkap Sutradara Pertunjuikan Musikal Sri Asih 1989, Den Aslam. Keluaran Musikal Sri Asih 1989 bukan hanya pertunjukan panggung saja, tetapi juga rilisan lagu yang dapat diapresiasi di berbagai kanal musik digital.
Musikal ini bercerita tentang seorang anak pekerja teater yang bercita-cita membuat kelompok teaternya sendiri dengan dukungan dari kawan dan lingkungannya meskipun sempat ditentang oleh keluarganya. Konflik tercipta ketika Gedung Teater Sri Asih terbakar dan rumor penyebab kebakaran menjadi berita simpang siur.
Harapan untuk terus menggelar pertunjukan sempat kandas, namun dapat terselamatkan oleh sebuah keluarga mapan sehingga kelompok teater anak tersebut dapat mewujudkan cita-citanya sebagai pekerja teater. '' Terinspirasi dari kisah kelompok teater Sri Asih sebagai fakta sejarah seni pertunjukan Sukabumi, serta peristiwa kebakaran Gedung Sri Asih pada tahun 1989, pertunjukan ini mengajak penonton kembali ke Sukabumi era ‘80an,'' ujar Produser RI Kamase yang sering disapa Rio.
Penonton akan diberi informasi sejarah mengenai Teater Sri Asih dengan sajian pertunjukan khasnya, serta fenomena transisi perkembangan teknologi yang berdampak pada industri seni dan hiburan rakyat–dari seni pertunjukan ke film. Film merupakan tren baru yang perlahan menggeser kepopuleran seni pertunjukan sebagai arus utama dalam industri hiburan di Sukabumi.
Pertunjukan musikal Sri Asih 1989 ini menyajikan berbagai isu, seperti: konflik keluarga, konflik hubungan asmara, ikatan pertemanan, intrik bisnis, fenomena transformasi teknologi, hingga segregasi dalam tatanan sosial pada masa itu yang tercermin dalam pertunjukan ini sebagai suatu kesatuan utuh.
Sajian nyanyian dan tarian dalam pertunjukan ini kata Rio menambah impresi pertunjukan menjadi menarik untuk ditonton tanpa mengesampingkan visi cerita yang kompleks. Informasi mengenai sejarah seni pertunjukan di Sukabumi yang direpresentasikan melalui eksistensi kelompok Sri Asih merupakan upaya mempertajam ingatan kolektif masyarakat Sukabumi tentang fenomena budaya masa lalu sebagai identitas yang dapat dijadikan pijakan dalam rangka pengembangan industri kreatif Sukabumi kedepannya.
Rio menuturkan, selain cerita yang menarik karena mengangkat sejarah tragedi kebakaran Gedung Sri Asih pada tahun 1989. Pertunjukan musikal ini dibintangi 25 aktor yang memiliki rekam jejak cemerlang di dunia kesenian. Beberapa peran diisi oleh para aktor senior, lainnya diproses melalui tahapan audisi dan casting yang ketat.
Karakter dalam musikal Sri Asih 1989 ini diperankan oleh aktor-aktor senior Sukabumi seperti Dewa Bezana, Syam Firmansyah, Ram Soera’Ay, Vio Farindra, Ebho Ayey, dan Aceng. Beberapa nama musisi dan penyanyi pun terlibat, seperti Adit Gurnawijaya, Vhal Rasyid, Ramli Nurhappi (onigirai), Ica Deriza, dan Sinovia ikut berperan dalam musikal tersebut.
Karena menurut Den Aslam selaku sutradara, pertunjukan ini mesti melibatkan musisi dan penyanyi agar memenuhi kadar estetika yang menjadi visinya. Beberapa pemain juga diperankan oleh aktor yang diaudisi dari berbagai kelompok teater sekolah dan kampus di Sukabumi.
Tak ketinggalan, di belakang panggung musikal Sri Asih 1989 Ngajagi melibatkan nama-nama populer, seperti: Den Aslam (Penulis dan Sutradara), Jamil Hasyani (Komposer), Syarif Firdaus (Penata Musik), Raka Reynaldi (Koreografer), Wonderkid (Direktur Kreatif), dan Bob Muslim (Pengarah Artistik).
Menurut Rio, selaku produser dalam pertunjukan musikal Sri Asih 1989, ia mengajak nama-nama besar di garapan ini agar pertunjukan ini dapat menjadi pijakan standar seni pertunjukan Sukabumi baik secara artistik maupun industri. Seni pertunjukan Sukabumi harus dapat bersaing dengan kota-kota lain seperti Bandung dan Jakarta. Ia berharap pasca musikal Sri Asih 1989 akan ada pertunjukan lain yang lebih spektakuler di Sukabumi. Riga Nurul Iman