Lewat Roadshow Film Dokumenter Cinetalk, Suarakan Perlindungan Satwa Liar
SUKABUMI--Beragam cara dilakukan untuk menyuarakan upaya perlindungan satwa liar di Indonesia. Misalnya dilakukan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) dan Gibbonesia berkolaborasi bersama Journalist & Wildlife Filmmaker yakni Dicky Nawazaki kembali menyelenggarakan kegiatan Cinetalk “Cinema and Talkshow For Wildlife Conservation” yang menayangkan film dokumenter bertemakan satwa liar pada Sabtu, 23 November 2024 di Kota Sukabumi dan Kota Palembang.
Kegiatan pada dua kota tersebut menjadi agenda penutup dalam roadshow Cinetalk yang sebelumnya telah diselenggarakan pada 5 kota diantaranya Bandung, Lampung, Yogyakarta, Bogor, dan Jakarta. Film berjudul “The Gibbons Calling of Hope, Swing for Freedom” menjadi sinema yang ditayangkan dalam Cinetalk.
Upaya pelestarian owa melalui penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran dengan kolaborasi bersama berbagai lembaga konservasi tergambar dengan jelas dalam film dokumenter ini. Adapun lembaga yang terlibat dalam pembuatan film ini diantaranya Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), The Aspinall Foundation, Yayasan Cikananga, Yayasan Owa Jawa, dan Swara Owa.
'' Film dokumenter menjadi salah satu metode untuk menyebarluaskan kesadaran terhadap satwa dilindungi di Indonesia, salah satunya primata owa,'' kata Journalist & Wildlife Filmmaker Dicky Nawazaki. Pengemasan campaign topik satwa liar itu menjadi tantangan tersendiri karena harus membuat metode yang tidak membosankan.
Melalui pembuatan dan penayangan film dokumenter ini kata Dicky, menjadi metode yang bisa menjaring minat masyarakat awam untuk lebih mengenal dan terlibat dalam konservasi satwa liar. '' Dari segi kognitif, saya ingin penonton bisa memahami lalu timbul rasa empati untuk dapat mendukung upaya pelestarian owa di Indonesia,” ungkapnya yang menjadi sutradara film ini.
Owa (Hylobatidae) terang Dicky, merupakan genus primata yang hanya ditemukan di Asia Tenggara, termasuk di hutan-hutan Indonesia. Owa dikenal dengan suaranya yang khas dan kemampuannya untuk berayun di antara pepohonan dengan kecepatan yang mengesankan.
Selain itu, owa juga merupakan primata monogami atau satwa yang hanya membutuhkan satu pasangan di hidupnya. Untuk itu salah satu upaya pelestarian owa di pusat rehabilitasi adalah melalui penentuan pasangan atau penjodohan owa.
Hulwia Malik, sebagai edukator dari Gibbonesia menambahkan, kegiatan yang diselenggarakan ini sejalan dengan tema dari Hari Owa Sedunia 2024. '' Harapannya melalui kolaborasi ini masyarakat semakin mengetahui dan sadar akan keberadaan owa di sekitar kita. Mengingat owa punya peran penting menjaga ekosistem hutan, maka jika kita bisa menjaga owa, owa juga akan menjaga hutan kita. Hal itu tentunya sama seperti tema dari Hari Owa Sedunia tahun ini yakni The Guardian of The Forest atau owa si penjaga hutan,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Namun kekayaan alam ini juga menghadapi ancaman besar. Salah satu spesies yang berada di ambang kepunahan adalah owa (Hylobatidae).
Di Indonesia, terdapat 9 spesies owa yang terancam punah, antara lain: owa siamang (Symphalangus syndactylus), owa Jawa (Hylobates moloch), owa ungko (Hylobates agilis), owa jenggot putih (Hylobates albibarbis), owa serudung (Hylobates lar), owa kelawat (Hylobates muelleri), owa kelempiau utara (Hylobates funereus), dan owa kelempiau barat (Hylobates abbotti).
Ke 9 owa ini terancam oleh berbagai ancaman seperti deforestasi, perdagangan satwa ilegal, perburuan dan fragmentasi habitat. Namun, upaya konservasi oleh beberapa organisasi dan lembaga konservasi telah berupaya untuk melindungi owa melalui berbagai program, seperti rehabilitasi dan pelepasliaran, penelitian dan monitoring serta kampanye kesadaran publik. Riga Nurul Iman