Desa di Selatan Sukabumi Jadi Lokasi Kajian Risiko dan Pemetaan Potensi Bencana

SUKABUMI--Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Sukabumi bersama Japanese Red Cross Society (JRCS) melaksanakan rangkaian kegiatan kajian risiko dan pemetaan potensi bencana di tiga desa rawan bencana di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi Program School and Community Resilience (SCR) yang mengusung pendekatan partisipatif berbasis komunitas.
“Salah satu rangkaian program diantaranya dilakukan Penguatan Penilaian Kapasitas dan Kerentanan (Enhanced Vulnerability and Capacity Assessment / EVCA) serta Pemetaan Risiko (Risk Mapping) di masyarakat,'' ujar Koordinator Program SCR PMI Kabupaten Sukabumi, Dikdik Maulana, Selasa (24/6/2025). Tujuannya adalah untuk menggali secara aktif potensi, kapasitas, serta risiko yang ada di lingkungan desa dengan melibatkan peran langsung masyarakat, perangkat desa, unsur sekolah, dan relawan SIBAT (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat).
Kegiatan ini terang Dikdik, sekaligus bertujuan agar para relawan SIBAT dan warga desa dapat memahami secara langsung kondisi wilayah mereka. Dengan demikian, hasil dari kegiatan ini akan menghasilkan peta desa terkini dan terbaru sebagai output utama.
'' Kajian desa kali ini juga akan menjadi sebuah dokumen penting yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar perencanaan pembangunan desa secara umum, dengan memperhatikan perspektif kebencanaan,'' ungkap Dikdik. Dokumen ini nantinya diharapkan dapat menjadi acuan dalam proses penganggaran, baik di tingkat desa maupun tingkat kabupaten.
Dikdik menjelaskan, tiga desa yang terlibat dalam kegiatan ini yakni Desa Cidadap (Kecamatan Simpenan), serta Desa Cikahuripan dan Desa Cisolok (Kecamatan Cisolok). Ketiganya dipilih berdasarkan tingkat kerentanan terhadap potensi ancaman seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan tsunami.
Menurut Dikdik, kegiatan dimulai dengan orientasi dan pelatihan teknis bagi relawan. Mereka diperkenalkan dengan metode Transect Walk, yakni teknik observasi partisipatif untuk menilai kondisi fisik desa, aktivitas masyarakat, topografi, serta potensi risiko dan sumber daya yang dimiliki desa. Relawan juga dibekali keterampilan menyusun Spotmap—pemetaan manual aset dan infrastruktur penting desa seperti jalur evakuasi, rumah ibadah, sekolah, posko darurat, dan fasilitas lainnya.
“Acara ini dilaksanakan serentak selama delapan hari di tiga lokasi intervensi program. Seluruh proses dilaksanakan langsung oleh relawan SIBAT sebagai bentuk nyata penguatan kapasitas lokal,'' cetus Dikdik. Harapannya, hasil dari kegiatan ini dapat dikembangkan menjadi Rencana Kontinjensi Desa.
Yana Maulana, Senior Officer dari Japanese Red Cross Society (JRCS), menegaskan bahwa pelibatan aktif masyarakat menjadi inti dari pendekatan EVCA. “EVCA bukan sekadar pengumpulan data, melainkan proses membangun kesadaran bersama untuk menghadapi risiko secara mandiri dan terencana,” jelasnya.
Menurut Yana, pelaksanaan kegiatan ini sangat penting dalam upaya pengelolaan risiko bencana di wilayah yang memiliki potensi bahaya gempa bumi dan tsunami, seperti tiga desa intervensi program saat ini. Relawan SIBAT juga akan menggunakan alat bantu pengumpulan data untuk melaksanakan kajian secara partisipatif di tengah masyarakat.
“Program ini membawa tiga harapan besar: pertama, terbentuknya sekolah aman bencana,'' cetus Yana. kedua, terbangunnya masyarakat yang tangguh bencana dan ketiga, adanya kolaborasi antarpihak dalam mengurangi risiko bencana secara menyeluruh.
Melalui kegiatan ini, PMI dan JRCS berharap dapat memperkuat ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana serta menjadikan ketiga desa sebagai model percontohan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas. Program ini diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam membangun kesiapsiagaan dan kapasitas masyarakat di Kabupaten Sukabumi. Atep Maulana